Mengupas Sedikit Tentang Stres

BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang 
Stress merupakan suatu respon fisiologis, psikologis dan perilaku dari makhluk hidup yang mencoba untuk mengadaptasi dan mengatur baik tekanan internal dan eksternal. Sedangkan stressor adalah kejadian, situasi , seseorang atau suatu obyek yang dilihat sebagai unsur yang menimbulkan stress dan menyebabkan reaksi stress sebagai hasilnya. Stressor sangat bervariasi bentuk dan macamnya, mulai dari sumber-sumber psikososial dan perilaku seperti frustrasi, cemas dan kelebihan sumber-sumber bioekologi dan fisik seperti bising, polusi, temperatur dan gizi.
Setiap waktu kita dihadapkan dengan perubahan, apakah kejadian tersebut kita inginkan atau tidak, homeostasis akan terganggu dan kita akan menderita stress selama masa adaptasi terhadap kejadian tersebut. Proses pemulihan homeostasis tersebut disebut ‘adaptasi’.
Derajat tertentu dari perubahan tersebut diinginkan dan bahkan diperlukan. Perubahan dapat menjadi faktor positif untuk perkembangan atau dapat menjadi kekuatan negatif yang akan membawa ke arah deteriorasi pada mental dan atau fisik. Terlalu banyaknya kejadian dan situasi baru yang dihadapi pada satu waktu menimbulkan keadaan stress yang berlebihan. Ketika derajat dan jumlah perubahan tersebut melampaui kemampuan adaptasi kita, kita akan akan mendapatkan diri kita dalam fase stress yang negatif, yaitu suatu keadaan dimana keseimbangan mental dan fisik terganggu.
Tekanan emosional yang sangat berat dapat menyebabkan stres pada manusia. Namun hewan pun bisa demikian. Tanda-tanda stres pada hewan memang sulit dikenali, namun jika hewan terlihat lemah, kurang nafsu makan, gelisah, dan mengeluarkan feses yang encer, sebaiknya berikan penanganan intensif pada hewan tersebut. Banyak faktor yang dapat menyebabkan hewan terserang stres. Salah satunya bisa karena ketidaknyamanan hewan akan lingkungan barunya.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

  1. Definisi Stres
Istilah stress secara histories telah lama digunakan untuk menjelaskan suatu tuntutan untuk beradaptasi dari seseorang, ataupun reaksi seseorang terhadap tuntutan tersebut. Stress adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang
Sedangkan berdasarkan definisi kerjanya, pengertian dari stress adalah :
1.    Suatu tanggapan adaptif, ditengahi oleh perbedaan individual dan atau proses psikologis, yaitu suatu konsekuensi dari setiap kegiatan (lingkungan), situasi atau kejadian eksternal yang membebani tuntunan psikologis atau fisik yang berlebihan terhadap seseorang.
2.    Sebagai suatu tanggapan penyesuaian, dipengaruhi oleh perbedaan individu dan atau proses psikologis yang merupakan suatu konsekuensi dari setiap tindakan dari luar ( lingkungan ) situasi atau peristiwa yang menetapkan permintaan psikologis dan atau fisik berlebihan pada seseorang.
Hans Selye (1950) telah menggambarkan bahwa strees adalah suatu sindrom biologic atau badaniah. Didalam eksperimennya, seekor tikus percobaan mengalami kedinginan pembedahan atau kerusakan sum-sum tulang belakang, akan memperlihatkan suatu sindroma yang khas. Gejala – gejala itu tidak tergantung pada jenis zat yang menimbulkan kerusakan, sindroma ini lebih merupakan perwujudan suatu keadaan yang dinamakan stress dengan gejala – gejala system bilogik mahluk hidup itu. Selye menekankan bahwa stress terutama mewujudkan diri sebagai suatu reaksi badaniah yan dapat diamati dan diukur. Stres merupakan suatu reaksi penyusuaian diri,suatu sindroma penyusuaian umum terhadap rangsangan yang berbeda-beda.
Tahun 1971, Mason membantah konsep yang mengatakan bahwa stress hanyalah merupak badaniah saja. Ditunjukkkannya bahwa daya adaptasi seseoarang itu tergantung pada factor – factor kejiwaan atau psikologiknya yang menyertai stresor. Stres bukanlah konsep faal saja, lebih banyak dilihat sebagai konsep perilaku, setiap reaksi organisme terhadap stresor memungkinkan sekali terlebih dahulu dimulai oleh kelainan perilaku dan kemudian mungkin baru terjadi akibat faal, kemudian Mason menunjukkan bahwa terdapat pola hormonal yang berbeda terhadap stresor fisik yang berbeda

2.    Mekanisme Stress pada Manusia
Secara normal, tubuh akan merespon setiap stimulant dari dalam atau luar tubuh untuk mempertahankan homeostasisnya. Tubuh yang mengalami stress akibat ketakutan, kerja fisik jangka pendek dan atau penurunan tekanan darah maka hipotalamus merangsang system saraf simpatis dan medulla adrenal untuk menstimulasi sekresi katekolamin.
Pada mekanisme stress akan tampak perubahan pada dopamine. Dopamin merupakan neurotransmitter yang disekresikan oleh neuron dari substansi gria mid brain. Dopamine berperanan penting untuk kesehatan mental dan fisik. Secara normal, dopamine akan mengaktivasi protein Gi sehingga kanal ion K+ akan terbuka dan ion K+ akan keluar, maka terjadi hiperpolarisasi dan penghambatan transmisi potensial aksi yang menstimulasi eksitabelitas jaringan maka hewan tampak tenang atau rileks. Dopamin pada posisi lain mengaktivitasi protein Gi yang berikatan dengan reseptor α2, kondisi ini akan menghambat adenil siklase sehingga cAMP menurun. Hal ini sebagai umpan balik kanal ion K+.
Manusia yang dalam kondisi stress akan mensekresikan dopamin yang berlebihan sehingga aktivasi protein Gi meningkat dan aktivasi kanal ion K+ pun meningkat. Hal ini menyebabkan ion K+ dalam jumlah berlebih akan keluar dari kanal ion sehingga terjadi hiperpolarisasi dan penghambatan transmisi potensial aksi yang berlebihan hingga terjadi hipereksitabelitas jaringan dan mendepresikan susunan syaraf pusat.
Ada 2 macam reaksi yang dalam kondisi stress. Reaksi pertama terjadi adalah situasi berespon lari atau lawan. Fase ini menunjukkan tubuh mempersiapkan diri untuk menghadapi bahaya dengan salah satu atau dua cara yang ditawarkan, yakni melawan atau melarikan diri. Perubahn fisiologis yang diperlukan untuk melawan atau melarikan diri adalah sama. Hipotalamus di otak mengisyaratkan ACTH untuk menstimulasi kortek adrenal untuk mensintesa dan melepaskan kortisol pada zona fasiculata. Kortisol mengikuti sirkulasi darah sehingga denyut jantung meningkat dan pernapasan menjadi dangkal. Denyut jantung yang meningkat secara mendadak tersebut menyebabkan suplai darah ke otot dan otak meningkat maka tubuh membutuhkan energy ekstra untuk merespon terhadap bahaya tersebut, pada kondisi demikian suplai gula darah meningkat. Fisiologis tubuh, otot tampak melakukan tindakan melawan atau melarikan diri. Akibat redistribusi ini maka Nampak pucat, bagian ekstremitas menjadi dingin, ekspresi muka cemas dan ketakutan.
Reaksi kedua adalah memudar dan menghilangkan reaksi khawatir, sehingga tubuh nampak kembali normal. Rasa puas terjadi karena tubuh telah mengatasi stress. Namun, jika stressor bertahan maka sebenarnya tubuh melawan secara aktif untuk sementara waktu dan bila tubuh tetap berada dalam tekanan, maka akan muncul gejala-gejala baru. Gejala ini sama dengan yang terlihat pada reaksi khawatir, yang akibatnya tubuh menjadi semakin rentan terhadap penyakit dan disfungsi organik.  
3.    Jenis Stres
Quick  (1984) mengkategorikan jenis stres menjadi dua, yaitu:
1.    Eustress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan konstruktif (bersifat membangun). Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu dan juga organisasi yang diasosiasikan dengan pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan adaptasi, dan tingkat performance yang tinggi. 
2.    Distress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif, dan destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi individu dan juga organisasi seperti penyakit kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran (absenteeism) yang tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan, dan kematian.

4.    Pandangan stress
Dalam memahami tentang stres, para ahli berbeda-beda mendefinisikannya karena memiliki  pandangan sama. Untuk lebih jelasnya tentang stres maka dapat diketahui beberapa pandangan diantaranya:
a.    Pandangan stres sebagai stimulus
Pandangan ini menyatakan stres sebagai suatu stimulus yang menuntut, dimana semakin tinggi besar tekanan yang dialami seseorang, maka semakin besar pula stress yang dialami. Pandangan ini didasari hukum elastisitas Hooke yang menjelaskan semakin berat badan satu logam, maka semakin besar pula stres yang dialami, melalui pandangan ini maka dianalogikan pada manusia apabila semakin besar tekanan yang dialami, semakin besar pula stres yang dialami.
b.    Pandangan stres sebagai respons
Mengidentifikasikan stres sebagai respons individu terhadap stresor yang diterima, dimana ini sebagai akibat respons fisiologis dan emosional atau juga sebagai respons yang nonspesifik tubuh terhadap tuntutan lingkungan yang ada.
c.    Pandangan stres sebagai transaksional
Pandangan ini merupakan suatu interaksi orang dengan dengan meninjau dari kemampuan individu dalam mengatasi masalah dan terbentuknya sebuah koping. Dalam interaksi dengan lingkungan ini dapat diukur situasi yang potensial mengandung stres dengan mengukur dan persepsi individu terhadap masalah, mengkaji kemampuan seseorang atau sumber-sumber yang tersedia yang diarahkan mengatasi masalah.

5.    Macam-macam stress
Ditinjau dari penyebabnya, maka stress dibagi menjadi enam macam diantaranya:
a.    Stres fisik
Stres yang disebabkan karena keadaan fisik seperti karena temperatur yang tinggi atau yang sangat rendah, suara yang bising, sinar matahari atau karena tegangan arus listrik.
b.    Stres kimiawi
Stres ini disebabkan karena zat kimia seperti adanya obat-obatan, zat beracun asam, basa, faktor hormon atau gas dan prinsipnya karena pengaruh senyawa kimia.
c.    Stres mikrobioiogik
Stres ini disebabkan karena kuman seperti adanya virus, bakteri atau parasit.
d.    Stres fisiologik
Sres yang disebabkan karena gangguan fungsi organ tubuh diantaranya gangguan dari struktur tubuh, fungsi jaringan, organ dan lain-lain.
e.    Stres proses pertumbuhan dan perkembangan
Stres yang disebabkan karena proses pertumbuhan dan perkembangan seperti pada pubertas, perkawinan dan proses lanjut usia.
f.     Stres psikis atau emosional
Stres yang disebabkan karena gangguan situasi psikologis atau ketidakmampuan kondisi psikologis untuk menyesuaikan diri seperti hubungan interpesonal, sosial budaya atau factor keagamaan.

6.    Sumber-sumber stressor
Stimulus merupakan suatu stresor bila stimulus tersebut menghasilkan respon yang penuh tekanan dan respon dikatakan penuh tekanan bila respon tersebut dihasilkan oleh tuntutan, deraan, ancaman atau beban. Oleh karena itu, stres merupakan hubungan antara individu dengan lingkungan yang oleh individu dinilai membebani atau melebihi kekuatannya dan mengancam kesehatannya
Kondisi-kondisi yang cenderung menyebabkan stress disebut stressors. Meskipun stress dapat diakibatkan oleh hanya satu stressors, biasanya seseorang mengalami stress karena kombinasi stressors.
Menurut Hager, stres sangat bersifat individual dan pada dasarnya bersifat merusak bila tidak ada keseimbangan antara daya tahan mental individu dengan beban yang dirasakannya. Namun, berhadapan dengan suatu stressor (sumber stres) tidak selalu mengakibatkan gangguan secara psikologis maupun fisiologis. Terganggu atau tidaknya individu, tergantung pada persepsinya terhadap peristiwa yang dialaminya. Faktor kunci dari stres adalah persepsi seseorang dan penilaian terhadap situasi dan kemampuannya untuk menghadapi atau mengambil manfaat dari situasi yang dihadapi. Dengan kata lain, bahwa reaksi terhadap stres dipengaruhi oleh bagaimana pikiran dan tubuh individu mempersepsi suatu peristiwa.
Stressor yang sama dapat dipersepsi secara berbeda, yaitu dapat sebagai peristiwa yang positif dan tidak berbahaya, atau menjadi peristiwa yang berbahaya dan mengancam. Penilaian kognitif individu dalam hal ini nampaknya sangat menentukan apakah stressor itu dapat berakibat positif atau negatif. Penilaian kognitif tersebut sangat berpengaruh terhadap respon yang akan muncul (Selye, 1956).
Penilaian kognitif bersifat individual differences, maksudnya adalah berbeda pada masing-masing individu. Perbedaan ini disebabkan oleh banyak faktor. Penilaian kognitif itu, bisa mengubah cara pandang akan stres. Dimana stres diubah bentuk menjadi suatu cara pandang yang positif terhadap diri dalam menghadapi situasi yang stressful. Sehingga respon terhadap stressor bisa menghasilkan outcome yang lebih baik bagi individu
Sumber stresor merupakan asal dari penyebab suatu stres yang dapat mempengaruhi sifat dari stresor seperti lingkungan, baik secara fisik, psikososial maupun spiritual. Sumber stresor lingkungan fisik dapat berupa fasilitas-fasilitas seperti air minum, makan, atau tempat-tempat umum  sedangkan psikososial dapat berupa suara atau sikap kesehatan atau orang yang ada disekitarnya, sedangkan lingkungan spiritual dapat berupa  tempat pelayanan keagamaan seperti tempat ibadah atau lainnya.
Sumber stresor yang lain adalah diri sendiri yang dapat berupa perubahan fisiologis dalam tubuh seperti adanya operasi, obat-obatan atau lainnya. Sedangkan sumber stresor dari pikiran adalah berhubungan dengan penilaian seseorang terhadap status kesehatan yang dialami serta pengaruh terhadap dirinya. 
7.    Faktor pengaruh respons
Respons terhadap stresor yang diberikan setiap individu akan berbeda berdasarkan faktor yang akan mempengaruhi dan stressor tersebut, dan coping yang dimiliki individu, diantara stresor yang dapat mempengaruhi respons tubuh antara lain:
a.    Sifat stressor
Sifat stresor merupakan faktor yang dapat mempengaruhi respons tubuh terhadap stresor. Sifat stresor ini dapat berupa tiba-tiba atau berangsur-angsur, sifat ini pada setiap individu dapat berbeda-beda tergantung dart pemahaman tentang arti stresor.
b.    Durasi stresor
Lamanya stresor yang dialami klien akan mempengaruhi respons tubuh. Apabila stresor yang dialami lebih lama, maka respons yang dialaminya juga akan lebih lama dan dapat mempengaruhi dari fungsi tubuh yang lain.

c.    Jumlah stresor
Jumlah stresor yang dialami seseorang dapat menentukan respons tubuh. Semakin banyak stresor yang dialami pada seseorang, dapat menimbulkan dampak yang besar bagi fungsi tubuh juga sebaliknya dengan jumlah stresor yang dialami banyak dan kemampuan adaptasi yang baik, maka seseorang akan memiliki kemampuan dalam mengatasinya.
d.    Pengalaman masa lalu
Pengalaman ini juga dapat mempengaruhi respons tubuh terhadap stresor yang dimiliki. Semakin banyak stresor dan pengalaman yang dialami dan mampu menghadapinya, maka semakin baik dalam mengatasinya sehingga kemampiian adaptifnya akan semakin baik pula.
e.    Tipe kepribadian
Tipe kepribadian seseorang juga dapat mempengaruhi tespons terhadap stresor, Apabila seseorang yang memiliki tipe kepribadian A, maka lebih rentan terkena stres dibandingkan dengan tipe kepribadian B. Tipe kepribadian A memiliki ciri ambisius, agresif, kompetitif, kurang sabar, mudah tegang, mudah tersinggung, mudah marah, memiliki kewaspadaan yang berlebihan, bicara cepat, bekerja tidak kenal waktu, pandai berorganisasi dan memimpin atau memerintah, lebih suka bekerja sendirian bila ada tantangan, tidak mudah dipengaruhi, dan lain-lain. Sedangkan tipe kepribadian B memiliki ciri tidak agresif, ambisinya wajar-wajar, penyabar, senang, tidak mudah tersinggung, tidak mudah marah, cara bicara tidak tergesa-gesa, lebih suka kerjasama, mudah bergaul, dan lain-lain atau merupakan kebalikan dari tipe kepribadian A.
f.     Tingkat perkembangan
Tingkat perkembangan pada individu ini juga dapat mempengaruhi respons tubuh dimana semakin matang dalam perkembangannya, maka semakin baik pula kemampuan mengatasinya. Dalam perkembangannya kemampuan individu dalam mengatasi stresor dan respons terhadapnya berbeda-beda dan stresor yang dihadapinya pun berbeda.

8.    Tahapan stress
Stres yang dialami seseorang dapat melalui beberapa tahapan, menurut Van Amberg tahun 1979. Tahapan stres dapat terbagi menjadi enam tahap diantaranya;
a.    Tahap pertama
Merupakan tahap yang ringan dari stres ditandai dengan adanya semangat bekerja besar, penglihatan tajam tidak seperti pada umumnya, merasa mampu meyelesaikan pekerjaan yang tidak seperti biasanya, kemudian merasa senang akan pekerjaan akan tetapi kemampuan yang dimilikinya semakin berkurang.
b.    Tahap kedua
Pada stres tahap kedua ini seseorang memiliki ciri sebagai berikut adanya perasaan letih sewaktu bangun pagi yang semestinya segar, terasa lelah sesudah makan siang, cepat lelah menjelang sore, perut tidak nyaman, denyut jantung berdebar-debar lebih dari biasanya, otot-otot punggung dan tengkuk semakin tegang.
c.    Tahap ketiga
Pada tahap ketiga ini apabila seseorang mengalami seperti pada lambung dan usus seperti adanya keluhan gastritis, buang air besar tidak teratur, ketegangan otot makin terasa, perasaan tidak tenang, gangguan pola tidur seperti sukar untuk tidur, terbangun tengah malam dan sukar kembali tidur.
d.    Tahap keempat
Tahap ini seseorang akan mengalami gejala seperti pekerjaan yang menyenangkan terasa membosankan, semula tanggap terhadap situasi menjadi kehilangan kemampuan untuk merespons secara adekuat, tidak mampu sehari-hari, adanya gangguan pola tidur, sering menolak ajakan karena tidak bergairah, kemampuan mengingat dan konsentrasi menurun karena adanya perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak diketahui penyebabnya.
e.    Tahap kelima
Stres tahap ini ditandai dengan adanya keluhan fisik secara mendalam, tidak mampu menyelesaikan pekerjaan yang ringan dan sederhana, gangguan pada pencernaan semakin berat dan perasaan ketakutan dan kecemasan semakin meningkat.
f.     Tahap keenam
Tahap ini merupakan tahap puncak dan seseorang mengalami panik dan perasaan takut mati dengan ditemukan gejala seperti detak jantung semakin keras, susah bernafas, terasa gemetar seluruh tubuh dan berkeringat, terjadi kolaps atau pingsan.
  

9.    Reaksi Psikologis Manusia terhadap stres
 
Ada 2 cara :
1. Cara penyelesaian psikologik yang berorientasi pada tugas.
2. Mekanisme pembelaan ego (ego defance mechanism).

a.    berorientasi tugas 
Cara I ini bertujuan menghadapi tuntutan secara :
- Sadar
- Realistik
- Objektif
- Rasional
 
Langkah-langkah ke 3 cara tadi :
ü  Mempelajari & menentukan persoalan.
ü  Menyusun alternatif penyelesaian.
ü  Menentukan tindakan yang akan diambil (yang paling menguntungkan).
ü  Bertindak
ü  Menilai hasil tindakan agar dapat diambil langkah lain bila kurang memuaskan.
b.    Mekanisme Pembelaan Ego Manusia
Sebuah studi dilakukan oleh seorang peneliti, Nick Elson, dengan mengikut sertakan 3.000 responden usia Dewasa, hasilnya mengungkapkan kalau pertengkaran antar pasangan terjadi pada Kamis malam, dan ruangan yang sering menjadi tempat beradu mulut adalah dapur.
Dengan beragam informasi yang kita dapat, menduga – duga tanpa menganalisa permasalahan yang ada dengan pikiran jernih dan api amarah, ego kita akan semakin muncul kepermukaan.
Oleh karena itu, sebelum kita sibuk menyalahkan satu sama lain, berteriak kencang tentang aib pasangan sendiri, marilah kita bersama – sama mengintrospeksi diri kita masing - masing. Seperti yang kita ketahui tentang pribahasa “Gajah di pelupuk mata tidak terlihat, semut di seberang lautan terlihat.’
Saya memang bukan seorang Profesor, tapi saya mewakili diri saya sendiri, ingin sekali membagikan beberapa hal yang saya telah dapatkan ketika di bangku kuliah dahulu  tentang EGO. Semoga informasi yang sedikit ini, bisa bermanfaat sehingga kita bisa memahami karakter ego pasangan kita masing - masing.

Mekanisme Pembelaan Ego

1)    NARSISISTIK (mencintai diri sendiri secara berlebihan dan tidak normal)
2)    IMMATURE (kekanak-kanakan)
3)    NEUROTIK (perilaku berlebihan dan dibuat2 karena ada kecemasan)
4)    MATURE (dewasa dan sehat)

I. Pembelaan ego NARSISISTIK
a)    PENYANGKALAN (denial)
Melindungi diri terhadap kenyataan tidak menyenangkan yang tidak berani dijalani atau diakuinya, biasanya dengan menyangkal adanya kenyataan itu.
Seseorang yang menyangkal kenyataan bahwa pacarnya telah meninggalkannya, selalu menderita sakit (merasa benar-benar sakit) sehingga tidak perlu menghadiri rapat ang juga akan dihadiri mantan pacarnya, dan dengan demikian akan terhindar dari kenyataan menyakitkan yang disangkalnya itu (bukan pacarnya lagi !), seperti tampak antara lain dari sikap mantannya yang tidak mempedulikannya lagi.
b)    PEMBENGKOKAN (distortion)
Terang-terangan “membengkokkan” kenyataan di luar dirinya supaya sesuai dengan kebutuhan – kebutuhannya (adanya keyakinan-keyakinan megalomia yang tidak sesuai kenyataan, halusinasi, waham (keyakinan yang tidak sesuai kenyataan) berbentuk angan-angan), dan mempunyai keyakinan yang tak sesuai kenyataan bahwa dirinya adalah orang hebat atau orang yang berhak akan perlakuan istimewa atau jabatan tinggi. c/o: orang menilai si itu seperti menteri, dan selalu dipanggil pak atau ibu menteri, padahal bukan menteri. Dengan artian sebagai menteri bukan karena pekerjaan karier.
c)    PROYEKSI (pemantulan)
Memahami dan bereaksi terhadap dorongan-dorongan tak pantas yang dating dari dalam diri, seakan-akan dorongan itu berasal dari orang lain. Misalnya, dorongan ingin mencelakai teman yang timbul dalam pikiran seorang individu, diyakini individu tersebut, temannya itulah yang ingin mencelakainya, dan karena itu sudah sepatutnya bila ia (individu  itu) menyerang teman itu untuk melindungi diri. Tampak di sini unsur curiga yang tak sesuai kenyataan dan perilaku menyalahkan orang lain untuk membebaskan diri dari rasa bersalah karena memiliki niat tidak baik terhadap teman.

II. Pembelaan ego IMMATURE

d)    PELAMPIASAN (acting out)
Melampiaskan keinginan atau dorongan yang tak disadari untuk menghindari perasaan tak enak (mis: takut, cemas, tegang) yang menyertai keinginan atau dorongan itu, atau yang akan terjadi bila keduanya ditunda/ tidak dilakukan.
Dalam hal ini tampaknya pelaku tak berusaha atau tak mampu menghambat perilaku pelampiasannya itu, tetapi secara impulsive terus melakukannya untuk memuaskan keinginan / dorongan tak disadari tersebut. Pada orang normal, pelampiasan tidak sering terjadi. Kadang-kadang terdapat situasi di mana tidak dilakukannya suatu keinginan / dorongan akan menyebabkan timbulnya ketegangan hebat, sehingga pelampiasan akan memberikan banyak keringanan pada pelaku.
e)    MENGHALANGI (blocking)
Untuk sementara menghalangi suatu pikiran; afek dan dorongan (impulse) dapat turut dihalangi. Blocking sangat menyerupai repression (penekanan) ; perbedaannya adalah pada blocking timbul ketegangan (tension) bila dorongan, afek, atau pikiran itu dihalangi.
f)     MELEBIH-LEBIHKAN (hypochondriasis)
Melebih-lebihkan atau sangat memberatkan suatu penyakit untuk menghindari sesuatu untuk berlaku seperti anak kecil (tanpa perlu merasa malu, terutama kepada diri sendiri)
Rasa malu yang timbul karena adanya perasaan kehilangan, kesendirian atau karena dorongan-dorongan agresif yang tidak dapat diterima (oleh diri sendiri dan / atau masyarakat) terhadap orang lain, diubah menjadi rasa malu terhadap diri sendiri dan berbagai keluhan badaniah seperti nyeri, sakit kepala, sakit perut, badan lemah, dsb
Pada hypochondriasis, rasa tanggung jawab dapat dihindari, rasa bersalah dapat diatasi (dengan melakukan sesuatu yang kurang pantas), dan dorongan naluriah dihalangi. Karena perilaku hypochondriasis terasa tak nyaman untuk yang bersangkutan, maka perasaannya tak menentu dan ia merasa terganggu.
g)    INTROYEKSI (penyatuan nilai dan norma)
1. Menyatukan nilai dan norma luar dengan struktur ego.
Walaupun merupakan bagian penting dalam proses perkembangan mental seorang manusia, introyeksi juga bekerja sebagai mekanisme pembelaan ego yang spesifik. Disini, introyeksi dapat menghilangkan perbedaan antara diri sendiri (subjek) dengan pihak lain (objek).
Melalui introyeksi objek yang disayangi, kenyataan yang menyedihkan karena perpisahan atau karena kemungkinan akan kehilangan sesuatu dapat diatasi. Introyeksi (penyatuan nilai dan norma) objek (orang/masyarakat, benda, keadaan) yang ditakuti akan menghindari rasa cemas. Karena karakteristik objek itu yang mengancam berhasil diinternalisasikan (disatukan menjadi bagian orang bersangkutan); jadi, menempatkan hal menakutkan itu dalam kendali orang bersangkutan.

2. Mekanisme tersebut di muka merupakan contoh klasik (biasa terjadi) dari identifikasi dengan objek yang merupakan ancaman. (introyeksi dapat disebut diidentifikasi berbentuk primitive). Identifikasi dengan korban juga dapat terjadi. Disini, nilai-nilai yang menghukum diri-sendiri dari objek itu diambil alih dan menetap di dalam diri orang bersangkutan sebagai gejala atau cirri perilaku.
 Mekanisme introyeksi di mulai sejak usia sangat muda, sewaktu bayi belajar mematuhi dan menerima menjadi bagian dari dirinya berbagai nilai, norma dan peraturan keluarga dan masyarakatnya. Kemudian, berbekal hal-hal itu, individu tsb dapat mengawasi perilaku dan perbuatannya, sehingga terhindar dari hukuman dan akibat tidak menyenangkan lainnya.
Dalam pemerintahan dan kekuasaan dictatorial , banyak orang mengintroyeksi nilai, norma, dan keyakinan baru, yang umumnya tidak benar dipandang dari berbagai hal yang lebih universal seperti agama (dengan penafsiran yang tidak memihak) dan hak asasi manusia, tetapi diperlukan untuk menghindari hal-hal tak menyenangkan.

h)   PERILAKU PASIF – AGRESIF
Menyatakan ancaman terhadap orang lain secara tidak langsung melalui sikap pasif, menyiksa diri sendiri (masochism), dan menyerang diri sendiri. Manifestasi perilaku pasif-agresif meliputi (pada pelaku bersangkutan) : kegagalan, penundaan dan penyakit yang lebih merugikan orang lain dibandingkan pelaku.
i)     Regresi (kemunduran)
Regresi adalah usaha individu mundur setingkat perkembangan fungsi psikoseksual yang lebih awal untuk menghindari konflik yang timbul pada tingkat perkembangan sekarang. Kejadian itu memperlihatkankecendruangan dasar manusia untuk memperoleh kepuasan naluriah yang ada pada periode yang kurang berkembang.
Regresi juga merupakan gejala normal, mengingat sejumlah selebihnya regresi sangat diperlukan (essential) untuk santai, tidur dan orgasme pada hubungan intim. Regresi juga diunggah sebagai unsure yang sangat diperlukan pada proses kreatif.
j)      LAMUNAN SKIZOID
Menarik diri ke dalam dunianya sendiri untuk menyelesaikan konflik dan memperoleh kepuasan. Keakraban dihindari, dan sengaja berlaku “aneh” supaya orang menjauhinya. Pelaku tidak sepenuhnya percaya lamunannya dan tidak benar-benar ingin mewujudkannya
k)    SOMATISASI (pengubahan ke keluhan fisik)
Mengubah masalah/keluhan kejiwaan menjadi keluhan fisik dan cenderung bereaksi dengan gejala-gejala badaniah, bukan gejala-gejala kejiwaan.
Pada desomatisasi, keluhan/gejala kekanak-kanakan pada tubuh diganti oleh pikiran dan afek (bagian emosi)
Pada resomatisasi, bila menghadapi konflik yang tidak dapat diselesaikannya, pelaku memperlihatkan keluhan/gejala fisik yang biasa ada pada usianya yang lebih awal
III.       Pembelaan ego NEUROTIK

l)     MENGENDALIKAN (controlling)
Mencoba mengelola atau mengatur kejadian-kejadian atau benda-benda di lingkungannya untuk mengurangi kecemasan dan menyelesaikan konflik dalam diri sendiri
m)  SALAH-PINDAH (displacement)
Melampiaskan beban emosi dengan memindahkannya ke obyek atau gagasan lain yang menyerupai atau berhubungan dengan obyek atau gagasan orisinal (yang menimbulkan beban itu) dalam beberapa hal. Obyek atau gagasan yang menjadi sasaran itu sering merupakan simbol dan obyek/gagasan asal. Sering, pelampiasan ke pengganti itu menimbulkan akibat akibat (pada emosi maupun pada hal lain) yang jauh lebih ringan daripada pelampiasan ke yang orisinal.


n)   EKSTERNALISASI (memindahkan ke luar diri)
Cenderung melihat di dunia luar dan pada obyek di luar dirinya, hal-hal yang merupakan bagian dari kehidupan mentalnya, seperti dorongan-dorongan naluriah, konflik, suasana perasaan (mood), sikap dan cara berpikir.
“Eksternalisasi” adalah istilah yang lebih banyak digunakan dari pada “proyeksi”
o)    PENGHAMBATAN (inhibition)
Dengan sadar membatasi atau menolak beberapa fungsi ego, sendiri-sendiri atau bersama-sama, untuk menghindari kecemasan yang timbul dari konflik dengan dorongan naluriah,  superego atau kekuatan/orang di lingkungan.
p)    RASIONALISASI
Secara rasional berusaha membenarkan sikap, perilaku, keyakinan atau kenyataan yang salah atau tak dapat diterima (oleh diri sendiri dan/atau orang lain). Misalnya, tidak mau disalahkan karena perbuatan korupsinya dengan mengemukakan, bahwa ia “hanya menerima uang jasa” (ia sudah digaji untuk pekerjaan itu” atau “saya tidak meminta”
q)    .INTELEKTUALISASI-1
Secara berlebihan menggunakan proses intelek untuk menghindari pengungkapan perasaan atau pengalaman. Beban emosi yang normal di ”buang” atau di “ubah”. Perhatian berlebihan diberikan kepada benda-benda mati untuk menghindari keakraban dengan manusia. Perhatian diberikan kekenyataan diluar dirinya untuk menghindari pengungkapan perasaannya, perhatian berlebihan diberikan kerincian yang tidak relevan untuk menghindari pemahaman keseluruhan. Intelektualisasi erat hubungannya  dengan rasionalisasi.

r)     ISOLASI
Melakukan pemisahan total antara gagasan dengan emosi yang menyertainya (emosi ditekan). Pada isolasi sosial tidak ada hubungannya antara perilaku dengan obyek. Contoh : dalam keadaan sedih luar biasa seseorang dengan tersenyum, tenang dan wajar dapat berkata “Biarlah, tidak apa-apa” yang biasanya diikuti kata-kata lain tanpa emosi sedih sama sekali. Isolasi erat hubungannya dengan intelektualisasi dan desosiasi. Mirip Intelektualisasi, yang penting untuk diperhatikan pada isolasi adalah menonjolnya pemakaian alasan dan menutup emosi.
s)    DESOSIASI
Untuk sementara, tetapi hebat, mengalami perubahan karakter atau perubahan identitas diri sendiri untuk menghindari tekanan emosional. Contoh : berbagi reaksi konversi, kesurupan, kepribadian jamak. Selain sebagai pembelaan ego, keadaan desosiasi juga dapat dijumpai pada kesurupan dalam suasana-suasana keagamaan tertentu, atau karena pengaruh obat, terutama obat-obatan yang mempengaruhi keadaan jiwa (neurotropic) atau yang tergolong narkoba. Desosiasi erat hubungannya dengan isolasi dan intelektualisasi.
t)     REPRESI
Mencegah masuk atau, mengeluarkan dari alam sadar, suatu gagasan atau perasaan yang menganggu, terutama diri sendiri. Represi primer mengawasi (dan menghalangi, bila perlu) gagasan dan perasaan sebelum masuk ke alam sadar; represi sekunder mengeluarkan dari alam sadar hal-hal yang pernah dialami (yang biasanya menyakitkan) pada keadaan sadar.
Hal-hal yang direpresi tidak benar-benar dilupakan, artinya, hal-hal itu dapat keluar lagi kealam sadar, baik terang-terangan, atau dalam bentuk berbagai lambing, melalui, misalnya, mimpi, angan-angan, “keseleo lidah”, lelucon. Rasa salah atau cemas yang tidak jelas penyebabnya mungkin akibat adanya represi.

u)   SEKSUALISASI
Memberikan pada suatu obyek atau fungsi, pentingnya hal-hal seks, sedangkan sebelumnya obyek atau fungsi itu tidak mempunyai kepentingan itu, atau memilikinya dalam derajat lebih ringan, untuk menolak kecemasan yang menyertai dorongan-dorongan terlarang (tidak harus berkaitan dengan seks) atau ada hubungannya dengan dorongan-dorongan itu.
IV. Pembelaan ego MATURE

v)    ALTRUISME (mendahulukan orang lain)
Memberikan pelayanan yang bermanfaat (terutama bagi orang lain) yang secara naluriah memberikan kepuasan (bagi pelaku), dengan tujuan mengalami hal yang dirasakan orang lain itu. Disini termasuk penyusunan reaksi yang konstruktif dan tidak mengganggu.
Altruisme berbeda dari kepasrahan altruistic dimana pelaku meniadakan kepuasan langsung atau kebutuhan naluriahnya, dan menggantinya dengan memenuhi kebutuhan orang lain, sedangkan pelaku mengalami hal merugikan ; kepuasannya hanya dapat dinikmati pelaku melalui mengalami perasaan orang lain itu (dengan introyeksi)
w)   ANTISIPASI
Mempersiapkan diri secara realistic (sesuai kenyataan) untuk perasaan tak nyaman yang akan muncul.
Mekanisme ini mempunyai sasaran dan merupakan keprihatinan atau perencanaan yang hati-hati dengan persiapan efektif (bagian dari emosi) yang terlalu dini tetapi realistic terhadap akan munculnya sesuatu akibat yang mengerikan  dan mengandung bahaya.
x)    PEMBUANGAN KENIKMATAN (asceticism)
Membuang hal-hal yang nikmat dari pengalaman. Terdapat unsur moral sewaktu memberikan nilai ke kenikmatan tertentu. Kepuasan diperoleh dari sikap menolak, dan pembuangan kenikmatan ditujukan ke semua kenikmatan dasar yang dialami dengan sadar.
y)    HUMOR
Menggunakan hal-hal lucu untuk secara terbuka mengemukakan perasaan dan pikiran, tanpa diri sendiri merasa tidak enak atau menjadi kaku, dan tanpa menyebabkan orang lain merasa tidak senang. Mekanisme ini memungkinkan seseorang melakukan toleransi sambil tetap memberikan perhatian pada masalah yang terlalu berat untuk dipikul. Mekanisme ini berbeda dari perilaku jenaka yang memindahkan perhatian dari masalah efektifnya.
z)    SUBLIMASI
Memperoleh kepuasan walaupun sasaran keinginan mengalami perubahan, dari sasaran yang tidak dapat diterima masyarakat menjadi dapat diterima.
Sublimasi memungkinkan dorongan yang tidak disadari disalurkan, bukan dihalangi atau dialihkan. Perasaan-perasaan tertentu diakui keberadaannya (oleh pelaku), diubah dan diarahkan kesasaran yang berarti, dan tercapailah kepuasan (tak disadari) yang lumayan.
aa)  SUPRESI
Secara sadar atau agak tak disadari menunda keinginan yang disadari, atau menghilangkan (untuk sementara) perhatian ke suatu masalah. Hal-hal yang menjadi perhatian mungkin dengan sengaja dihilangkan (dari pikiran), bukan dihindari. Perasaan tidak enak berkurang, walaupun tetap ada.

Perlu diingat, satu macam tindakan/perilaku saja, apalagi bila diamati dalam jangka waktu pendek, seringkali belum cukup mendiagnosis pertahanan ego/pembelaan ego/cara menyesuaikan diri yang digunakan seseorang. Misalnya, keliru untuk langsung mendiagnosis pertanggungjawaban panjang lebar seorang pejabat sebagai rasionalisasi atau, sikap sayang yang menyolok seorang anak terhadap orang tuanya sebagai penyusunan reaksi. Untuk diagnosis yang bertanggungjawab perlu diamati dan dipertimbangkan berbagai hal lain yang relevan, seperti, lamanya perilaku/sikap itu, motivasi pelaku, kepribadiannya, dan sebagainya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

REFLEKSI & LEADERSHIP (Refleksi menggunakan teori Gibbs')

KONSEP MODEL KEPERAWATAN BETTY NEUMAN

LP Acute Lung Oedema (ALO)