REFLEKSI & LEADERSHIP (Refleksi menggunakan teori Gibbs')
GAMBARAN KASUS (This is my Real experience)
Kasus ini merupakan hasil pengalaman pribadi penulis
semasa kuliah S1 di STIK GIA Makassar. Tahun 2012, saya ditunjuk untuk menjadi
ketua panitia dalam mengoordinir anggota panitia orientasi akademik(ORDIK)
mahasiswa baru. Keputusan tersebut memberikan saya wewenang untuk mengatur
anggota panitia dalam persiapan ORDIK,
dimana kami diberi waktu 10 hari sebelum hari H. Kami berjumlah 30 orang
terdiri dari bidan dan perawat (D3 dan S1). Sebagai ketua, hal pertama yang aku
lakukan yaitu menghubungi dan mengundang semua anggota untuk rapat perdana
dalam rangka pengenalan dan pembagian tugas, namun ada beberapa dari anggota
tidak datang dalam rapat tersebut. Rapat kedua, saya memberi tahu anggota
panitia terkait hasil keputusan rapat perdana bahwa panitia yang tidak ikut
rapat sebanyak 2 kali tanpa alasan yang jelas maka akan menerima konsekwensi
logis berupa dikeluarkan dari kepanitiaan.
Empat
anggota panitia saya keluarkan dari kepanitiaan, Pada pelaksanaan ORDIK, hari
pertama, saya menemukan masalah pertama adalah hubunganku dengar senior
memburuk, mereka tidak mau berjabat tangan denganku akibat saya keluarkan
adiknya dan rekomendasinya, yang kedua ada beberapa mahasiswa mengalami sakit
perut dan pusing kemungkinan karena kami mewajibkan mahasiswa baru untuk datang
kekampus jam 5 shubuh dengan membawa atribut yang telah diinformasikan
sebelumnya. pihak institusi memanggilku
dan mengintrusikan kepada saya untuk dimajukan jam 6 pagi. Kami menyepakati hal
tersebut setelah melakukan rapat bersama panitia yang lain. Dan selebihnya
kegiatan itu berjalan sesuai dengan tujuan dan harapan kami semua.
Terdapat beberapa metode yang digunakan dalam refleksi yaitu membuat
catatan harian, refleksi jurnal, catatan kejadian (critical
incident), diari, percakapan refleksi, problem-based learning, portfolio,
menuliskan refleksi & terdapat beberapa model tersebut antara lain Gibbs’
reflective model, John’s reflective
model, Driscoll’s model of structured reflection “The What” , dll. Semua
model tersebut baik untuk digunakan tergantung kepada kita sendiri untuk
memilihnya.
Dalam
tulisan ini, saya akan fokus untuk memaparkan Gibbs’ model karena model ini yang paling sesuai denganku. Gibbs’ model terdiri 6 step dan setiap
langkah pada model Gibbs memiliki penjelasan secara detail.
Analisa atau merefleksi
1.
Deskripsi
Tahun 2012, saya ditunjuk
untuk menjadi ketua panitia dalam mengoordinir anggota panitia orientasi
akademik(ORDIK) mahasiswa baru. Keputusan tersebut memberikan saya wewenang
untuk mengatur anggota panitia dalam persiapan
ORDIK, dimana kami diberi waktu 10 hari sebelum hari H. Kami berjumlah
30 orang terdiri dari bidan dan perawat (D3 dan S1). Sebagai ketua, hal pertama
yang aku lakukan yaitu menghubungi dan mengundang semua anggota untuk rapat
perdana dalam rangka pengenalan dan pembagian tugas, namun ada beberapa dari
anggota tidak datang dalam rapat tersebut. Rapat kedua, saya memberi tahu
anggota panitia terkait hasil keputusan rapat perdana bahwa panitia yang tidak
ikut rapat sebanyak 2 kali tanpa alasan yang jelas maka akan menerima
konsekwensi logis berupa dikeluarkan dari kepanitiaan.
Empat anggota panitia saya
keluarkan dari kepanitiaan, Pada pelaksanaan ORDIK, Di hari pertama, saya
menemukan masalah, pertama adalah hubunganku dengan senior (steering commite)
memburuk, mereka tidak mau berjabat tangan denganku akibat saya keluarkan
adiknya dan rekomendasinya, yang kedua ada beberapa mahasiswa mengalami sakit
perut dan pusing kemungkinan karena kami mewajibkan mahasiswa baru untuk datang
kekampus jam 5 shubuh dengan membawa atribut yang telah diinformasikan
sebelumnya. Pihak institusi sempat memarahiku didepan mahasiswa baru tapi saya
tidak hiraukan setelah itu mereka memanggilku dan mengintrusikan kepada saya
untuk dimajukan jam 6 pagi. Kami menyepakati hal tersebut setelah melakukan
rapat bersama panitia yang lain. Dan selebihnya kegiatan itu berjalan sesuai
dengan tujuan dan harapan kami semua.
2.
Perasaan
Saat itu saya merasa kecewa
melihat 4 anggota panitia tidak punya respek ke ketua dan anggota panitia yang
lain, saya merasa kecewa dan malu ketika saya mengulurkan tangan untuk berjabat
tangan dengan senior tapi dia hanya berlipat tangan dan kecewa ketika dimarahi
di depan umum oleh salah satu dosenku. Positifnya, saya merasa senang anggota
yang tersisa mampu bekerja sama dengan baik serta adanya dukungan dari anggota
panitia.
3.
Evaluasi
Hal yang sudah benar yang telah
saya lakukan ketika menjadi pemimpin atau ketua yaitu di uraikan berdasarkan kecerdasaan emosional dimana terdiri menjadi 4 yaitu kesadaran diri, kesadaran sosial,
manajemen diri serta keterampilan sosial. Pemimipin yang cerdas emosi ketika
diberi tanggung jawab maka dia sadar dan mampu melaksanakan tanggung jawab
tersebut hal ini terlihat dalam kasus bahwa hal pertama dilakukan ketua
menghubungi dan mengundang semua anggota untuk rapat perdana dalam rangka
pengenalan, pembagian tugas dan membangun hubungan efektif untuk mengarahkan
anggotanya. Mengeluarkan anggota yang tidak berpartisipasi dan melakukan
musyawarah sebagai bentuk manajemen diri dalam pembuatan keputusan yang
rasional untuk melahirkan kerjasama tim yang lebih baik serta merespon dengan asertif dan berlapang dada ketika
senior menolak berjabat tangan dan saya mampu mengontrol emosi saya untuk tetap
perform dalam mengkoordinir panitia ORDIK.
Hal yang masih bisa ditingkatkan
lagi adalah saya seharusnya mengetahui terlebih dahulu anggota panitia yang
saya keluarkan dan siapa yang merekomendasikannya untuk masuk kepanitiaan ORDIK
sehingga aku bisa meminimalisir ketegangan dengan senior. Saya seharusnya
melakukan analisa terlebih dahulu terhadap kesepakatan kegiatan untuk mahasiswa
baru sehingga tidak terjadi kejadian diluar analisa seperti sakit perut dan
pusing, serta seharusnya saya juga tetap bersikap sebagai seorang pemimpin dan
mampu mendengar apa yang diutarakan oleh dosenku. Selain itu seorang senior
menurut saya harus dapat bersikap bijaksana dalam menyikapi suatu konflik tanpa
harus menimbulkan konflik baru dan untuk dosenku seharusnya mampu mengarahkan saya
sebagai ketua panitia dengan asertif dan konstruktif. Senior dan dosen juga
seharusnya memberikan role model, nasehat dan menjadi pengayom bagi junior.
4. Analisis
Mengeluarkan 4 anggota panitia
merupakan keputusan yang harus diambil untuk menjaga harmonisasi kepanitiaan. Menurut
Nugraha, (2012) menyatakan bahwa pemimpin sebagai pemilih
orang-orang yang tepat yang kompeten dan berdedikasi tinggi serta mampu bekerja
sama karena ketika menjadi seorang pemimpin, harus berlapang dada mengakui
segala kesalahan bawahan adalah mutlak kesalahan pemimpin, disinilah akan
timbul rasa mawas diri, mengayomi, mengasihi, melayani dan sikap
bersungguh-sungguh dalam menjalankan kepemimpinan. Gaya
kepemimpinan yang saya anut yaitu gaya kepemimpinan situasional yaitu bahwa
gaya kepemimpinan seseorang pemimpin
akan berbeda-beda, tergantung dari tingkat kesiapan para pengikutnya. Kepemimpinan
yang berhasil dicapai dengan memilih gaya kepemimpinan yang tepat dan bersifat
tergantung pada tingkat kesiapan dan kedewasaan para pengikutnya(Widianto, 2013).
Saya mengeluarkan 4 panitia karena
menurut evaluasi saya bahwa keempat panitia tersebut tidak dapat menunjukan
kedewasaan dan tidak mampu menunjukan komitmen untuk bekerja sama dengan ketua
dan panitia yang lain dengan tidak pernah menghadiri rapat panitia. Menurut
penelitian Widianto, (2013) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan situasional dan
motivasi memiliki pengaruh positif terhadap komitmen karyawan rumah sakit anak
dan bersalin muhammadiyah Tuban. Hal ini sesuai dengan hasil confirmatory factor analysis, bahwa
pemimpin harus mampu memberikan pengarahan secara sistematis kepada bawahan,
sehingga bawahan mudah memahami tujuan dari dibentuknya tim. Motivasi kerja
bawahan mendorong mereka melakukan yang terbaik supaya potensinya diakui oleh
orang lain.
Saya merujuk dan
mencari buku terkait manajemen konflik emosi dan komunikasi yang efektif
untuk menganalisis bagaimana seharusnya proses ideal dalam memenage
konflik dan membimbing kepada junior. Menurut Pickering, (2006) menyatakan
bahwa ada beberapa cara-cara dalam manage emosi yaitu jangan beradu mulut
kecuali jika anda bersedia membuang-buang waktu. Argumentasi tidak ada gunanya;
Jangan terjun dalam perdebatan kecuali jika anda bersedia kalah; jangan
mengambil tanggung jawab penuh atas emosi orang lain. Untuk menciptakan
komunikasi efektif ada lima aturan yang harus diikuti yaitu REACH (Respect,
Empathy, Audible, Clear dan Humble)(
Komunikasipraktis, 2014).
Islam
mengajarkan kita bagaimana cara mengatasi konflik, dan cara-cara ini
telah dituangkan dalam ayat-ayat Qur’an yang diturunkan kepada
Rasulullah SAW, yang selanjutnya kita sebagai umat muslim dapat
mentauladani cara-cara beliau dalam menyelesaikan konflik. Di
antara ayat-ayat suci Al-quran tersebut yaitu :
“Dan taatilah Allah dan
Rasul-Nya dan janganlah kamu berselisih, yang menyebabkan kamu menjadi gentar
dan kekuatanmu hilang dan bersabarlah. Sungguh, Allah beserta orang-orang
sabar” (QS. Al-Anfaal:46).
“Dan
janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih
sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka.
Mereka Itulah orang-orang yang mendapat siksa
yang berat” (QS. Ali Imran : 105).
“Dan (bagi)
orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan- perbuatan keji, dan
apabila mereka marah mereka memberi maaf. Dan (bagi) orang-orang yang menerima
(mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka
(diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian
dari rezki yang Kami berikan kepada mereka” (QS Asy Syuura :37-38).
Dari ayat-ayat tersebut melarang kita berselisih atau bermusuhan,
menyuruh umat muslim bersabar dalam menghadapi perselisihan dengan umat muslim
yang lain. Memberikan maaf kepada sesama dan menerima maafnya. Melakukan
musyawarah dalam memecahkan konflik.
Dalam Islam juga membahas bagaimana berkomunikasi yang baik hal ini
tertuang dalam QS. An
Nisa ayat 9 : “Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang
sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah dibelakang mereka, yang
mereka khawatirkan terhadap (kesejahteraannya) nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka
bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar
(qaulan sadida)”.
5.
Kesimpulan
Terhadap
kejadian ini dapat diambil kesimpulan bahwa komitmen dan kerja sama antara tim; menagemen
konflik yang benar; sebuah
komunikasi yang efektif diperlukan dalam mencapai tujuan organisasi dan membina hubungan interpersonal antar pemimpin-bawahan,
antara senior-junior dan dosen-mahasiswa. Ketiadaan komitmen dan kerja sama
antara tim akan
menimbulkan ketidak harmonisan dan kecemburuan sosial didalam tim yang
berimplikasi terhadap tujuan organisasi serta ketiadaan saling pengertian dan sikap saling menghargai antar senior-junior
serta dosen-mahasiswa akan berdampak timbulnya sikap egoisme antar individu. Dikaitkan dengan gaya dari seorang pemimpin, gaya
kepemimpinan situasional mampu menjadi solusi gaya kepemimpinan yang efektif dimana pada gaya kepemimpinan situasional bisa memilah gaya yang
mana efektif sesuai dengan karakteritik bawahan.
6. Action Plan (Rencana tindak lanjut)
Berangkat dari
kejadian tersebut selaku ketua saya sangat menekankan kepada diri
saya sendiri dalam
pemahaman dan kemampuan bagaimana menjaga hubungan yang harmonis antar profesi
kesehatan, antar senior-junior, dan dosen-mahasiswa dengan saling berkomunikasi secara efektif dan
menumbuhkan sikap saling harga-menghargai.
Jika kelak saya menjadi pemimpin,
senior maupun seorang dosen, saya ingin memiliki karakteristik pemimpin, senior
atau seorang dosen yang mampu menerapkan gaya kepemimpinan yang sesuai dengan
karakteristik bawahan, menilai peristiwa atau konflik dengan baik serta berkomunikasi
dengan bawahan, junior atau mahasiswa secara asertif, approachable,
dapat memberikan rasa aman, dan umpan balik yang konstruktif.
Saya ingin meminta Maaf, jika ada teman-teman yang merasa tersinggung, just remember that this is my reflec
Komentar
Posting Komentar