LP Hiperglikemia Hiperosmolaritas Non Ketotik (HHNK)
KONSEP
DASAR
A.
Definisi
HHNK (hiperglikemia hiperosmolaritas non ketotik)
merupakan suatu komplikasi yang sering terjadi pada diabetes mellitus tipe dua
yang tak terkontrol. HHNK terjadi pada 5
dan 15% pada dewasa serta anak – anak yang mengalami kedaruratan diabetes
hiperglikemik. Kondisi ini biasanya terjadi pada pasien muda diikuti dengan
stress akut pada sepsis atau trauma, penggunaan beberapa obat dan kondisi lain
tanpa hal – hal yang mendasari diabetes mellitus tipe dua. (Venkatraman, 2006)
HHNK merupakan sindrom yang ditandai oleh hiperglikmia
ekstrim dan deplesi volume intravaskular tanpa ketonemia dan dengan asidosis
dan ketonuria yang minimal atau tidak ada. Influenza atau pneumonia bakterial
dapat mencetuskan terjadinya HHNK pada pasien diabetes mellitus tipe dua.
(Stillwell, 2011).
HHNS atau Hyperosmolar Hyperglicemic Nonketotic Syndrome
adalah kondisi serius yang banyak terjadi pada orang tua. Kondisi ini dapat
terjadi pada pasien yang menderita diabetes tipe 1 ataupun 2 yang tidak
terkontrol secara baik,tapi lebih sering terjadi pada diabetes tipe 2. HHNS
biasanya juga diikuti dengan kondisi lain seperti infeksi (American Diabetes
Association, 2013).
B.
Etiologi
HHNK berkaitan
dengan banyak faktor seperti ketidakadekuatan insulin, stres, perubahan diet
atau pengenalan obat baru pada regimen sehari-hari pasien yang mencakup
kortikosteroid, diuretik tiazid, furosemid, interferon, suplemen kalium,
fenitoin natrium, dan propranolol pada pasien diabetes melitus. Stresor
fisiologis pencetus tersebut menyebabkan gangguan metabolisme tubuh sehingga
tubuh tidak mempunyai insulin yang cukup untuk mencegah hiperglikemia,namun
mempunyai insulin endogen yang cukup untuk mencegah lipolisis dan ketosis.
(Stillwell, 2011).
C.
Patofisiologi
Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik mengambarkan
kekurangan hormon insulin dan kelebihan hormon glukagon. Penurunan insulin
menyebabkan hambatan pergerakan glukosa ke dalam sel, sehingga terjadi
akumulasi glukosa di plasma. Peningkatan hormon glukagon menyebabkan
glycogenolisis yang dapat meningkatkan kadar glukosa plasma. Peningkatan kadar
glukosa mengakibatkan hiperosmolar. Kondisi hiperosmolar serum akan menarik
cairan intraseluler ke dalam intra vaskular yang dapat
menurunkan volume cairan intraselluler dan akan menyebabkan kekurangan
cairan.
Tingginya kadar
glukosa serum akan dikeluarkan melalui ginjal, sehingga timbul glycosuria yang
dapat mengakibatkan diuresis osmotik secara berlebihan ( poliuria ). Dampak
dari poliuria akan menyebabkan kehilangan cairan berlebihan dan diikuti
hilangnya potasium, sodium dan phospat.
Akibat kekurangan
insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula
darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan
hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga
apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi
sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air
maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria.
Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang disebut
poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal ini akan
merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus
sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi. Perfusi ginjal menurun
mengakibatkan sekresi hormon lebih meningkat lagi dan timbul hiperosmolar
hiperglikemik.
Produksi insulin
yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-sel sehingga
sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi
menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh. Kegagalan
tubuh mengembalikan ke situasi homestasis akan mengakibatkan hiperglikemia,
hiperosmolar, diuresis osmotik berlebihan dan dehidrasi berat. Disfungsi sistem saraf pusat karena ganguan
transport oksigen ke otak dan cenderung menjadi koma (Setyohadi,2010).
D. WOC
E.
Manifetasi
Klinis
Pasien dengan HHNK umumnya berusia lanjut dan pasien DM
tipe 2 yang mendapat pengaturan diet dan atau obat hipoglikemik oral.
Seringkali dijumpai penggunaan obat yang semakin memperberat masalah,misalnya
diuretik.
Keluhan pasien HHNK ialah rasa lemah,gangguan penglihatan
atau kaki kejang. Dapat pula ditemukan keluhan mual muntah, namun lebih jarang
jika dibandingkan dengan KAD. Kadang pasien datang dengan disertai keluhan
saraf seperti letargi, disorientasi, hemiparesis, kejang, atau koma.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda dehidrasi
berat seperti turgor yang buruk,mukosa pipi yang kering, mata cekung, perabaan
ektremitas yang dingin dan denyut nadi yang cepat dan lemah. Dapat pula
ditemukan peningkatan suhu yang tak terlalu tinggi. Akibat gastroparesis dapat
pula dijumpai distensi abdomen yang membaik setelah rehidrasi adekuat.
Perubahan status mental dapat berkisar dari disorientasi
sampai koma. Derajat gangguan neurologis yang timbul berhubungan secara
langsung dengan osmolaritas efektif serum. Koma terjadi saat osmolaritas serum
mencapai lebih dari 350 mOsm per kg(350 mmol per kg). Kejang ditemukan pada 25%
pasien dan dapat berupa kejang umum, lokal, maupun mioklonik. Dapat juga
terjadi hemiparesis yang bersifat reversibel dengan koreksi defisit cairan.
Secara klinik HHNK akan sulit dibedakan dengan KAD
terutama bila hasil laboratorium seperti konsentrasi glukosa darah, keton dan
analisis gas darah belm ada hasilnya. Berikut ini gambaran tanda dan gejala
yang membedakan keduanya:
1. Sering ditemukan pada usia lanjut yaitu usia lebih dari
60 tahun.
2. Hampir separuh pasien memiliki riwayat DM tanpa insulin.
3. Mempunyai penyakit dasar lain, ditemukan 85% mengidap
penyakit ginjal atau kardiovaskuler,pernah ditemukan penyakit akromegali,
tirotoksikosis, dan penyakit cushing.
4. Sering disebabkan oleh obat-obatan antara lain
kortikosteroid, diuretik tiazid, furosemid, interferon, suplemen kalium,
fenitoin natrium, dan propranolol.
5. Mempunyai faktor pencetus misalnya infeksi, penyakit
kardiovaskuler, aritmia, perdarahan, gangguan keseimbangan cairan, pankreatis,
koma hepatik dan operasi (Sudoyo, 2010)
Diagnosa
klinik dari HHNK meliputi :
1. Glukosa plasma 600 mg/dl atau lebih
2. Osmolalits serum 320 mOsm/ kg atau lebih
3. Dehidrasi berat (biasanya 8-12 liter) dengan peningkatan
BUN
4. Ketonuria minimal,tidak ada ketonemia
5. Bikarbonat > 15 mEq/L
6. Perubahan dalam kesadaran (Setyohadi, 2010)
F.
Pemeriksaan
penunjang
Temuan laboratrium awal pada pasien dengan HHNK adalah
konsentrasi glukosa darah yang sangat tinggi (>600 mg per dl) dan
osmolaritas serum yang tinggi (>320
mOsm per kg air ( normal 290 ±5)), dengan pH lebih besar dari 7,30 dan
disertai dengan ketonemia ringan atau tidak. Separuh pasien akan menunjukkan
asidosis metabolik dengan anion gap
yang ringan (10-12). Jika anion gap
nya berat (>12), harus dipikirkan diagnosis diferensial asidosis laktat atau
penyebab lain. Muntah dan penggunaan diuretik tiazid dapat menyebabkan
alkalosis metabolik yang dapat menutupi tingkat keparahan asidosis. Konsentrasi
kalium dapat meningkat atau normal. Konsentrasi kreatinin, blood urea nitrogen (BUN), dan hematokrit hampir selalu meningkat.
HHNK menyebabkan tubuh banyak kehilangan berbagai macam elekttrolit
(Setyohadi,2010).
Konsentrasi natrium harus dikoreksi jika konsentrasi
glukosa darah pasien sangat meningkat. Jenis cairan yang diberikan tergantung
dengan dari onsentrasi natrium yang sudah dikoreksi, yang dapat dihitung dengan
rumus :
Sodium
+ 165x (Glukosa darah (mg/dl) – 100)
(mEq/L) 100
No.
Elektrolit
Hilang
1.
Natrium
7-13 mEq per kg
2.
Klorida
3-7 mEq pr kg
3.
Kalium
5-15 mEq per kg
4.
Fosfat
70-140 mmol per kg
5.
Kalsium
50-100 mEq per kg
6.
Magnesium
50-100 mEq per kg
7.
Air
100-200 mEq per kg
Tabel 1 :
Kehilangan elektrolit pada HHNK (dikutip dari Stoner,Hyperglicemic hyperosmolar
state, American Academic of Family Physican).
G.
Penatalaksanaan HHNK
Penatalaksanaan HHNK serupa dengan KAD, hanya cairan yang
diberikan adalah cairan hipotonis (1/2N, 2A). Pemantauan konsentrasi glukosa darah harus lebih
ketat, dan pemberian insulin harus lebih cermat dan hati-hati. Respon penurunan
konsentrasi glukosa darah lebih baik. Walaupun demikian, angka kematian lebih
tinggi, karena lebih banyak terjadi pada usia lanjut,yang tentu sajaebih banyak
isertai kelainan organ-organ yang lainnya. Penatalaksanaan HHNK memerlukan
monitoring ketat terhadap kondisi pasien dan responnya terhadap terapi yang
diberikan. Pasien-pasien tersebut harus dirawat dan sebagian besar dirawat di
ruang rawat intensif atau intermediate. Penatalaksanaan HHNK meliputi lima
pendekatan yakni rehidrasi intravena agresif, penggantian elektrolit, pemberian
insulin intravena, diagnosis dan manajemen faktor pencetus dan penyakit
peserta, dan pencegahan (Setyohadi,2010).
1. Cairan
Langkah pertama dan terpenting dalam penatalaksanaan HHNK
adalah penggantian cairan yang agresif, dimana sebaiknya dimulai dengan
mempertimbangkan perkiraan defisit cairan (biasanya 100-200 ml per kg, atau
total rata-rata 9 liter). Penggunaan cairan isotonik akan dapat menyebabkan overload cairan dan cairan hipotonik
mungkin dapat mengkoreksi defisit cairan terlalu cepat dan potensial
menyebabkan kematian dan lisis mielin difus. Sehingga pada awalnya sebaiknya
diberikan 1 liter normal saline per jam. Jika pasien mengalami syok
hipovolemik,mungkin diberikan plasma
expenders. Jika pasien dalam keadaan syok kardiogenik, maka diperlukan
monitor hemodinamik.
Pada orang dewasa resiko edema serebri rendah sedangkan
konsekuensi dari terapi yang tidak memadai meliputi oklusi vaskular dan
peningkatan mortalitas. Pada awal terapi konsentrasi glukosa darah akan
menurun,bahkan sebelum insulin diberikan, dan hal ini dapat menjadi indikator
yang baik akan cukupnya terapi cairan yang diberikan. Jika konsentrasi glukosa
darah tidak bisa diturunkan sebesar 75-100 mg per dl per jam, hal ini biasanya
menunjukkan penggantian cairan yang kurang atau gangguan ginjal (Sudoyo, 2010).
2. Elektrolit
Kehilangan kalium tubuh total seringkali tidak diketahui
pasti, karena konsentrasi kalium dalam tubuh dapat normal atau tinggi.
Konsentrasi kalium yang sebenarnya akan terlihat ketika diberikan insulin,
karena ini akan mengakibatkan kalium serum masuk ke dalam sel. Konsentrasi
elektrolit harus dipantau terus-menerus dan irama jantung pasien juga harus
dimonitor.
Jika konsentrasi kalium awal <3,3 mEq per liter (3,3
mmol per liter), pemberian insulin ditunda dan diberikan kalium (2/3 kalium klorida
dan 1/3 kalium fosfat sampai tercapai konsentrasi kalium setidaknya 3,3 mEq per
liter). Jika konsentrasi kalium lebih besar dari 5,0 mmol per liter,
konsentrasi kalium harus diturunkan sampai dengan dibawah 5,0 mEq per
liter,namun sebaiknya konsntrasi kalium dimonitor setiap dua jam. Jika
konsentrasi kalium antara 3,3-5,0 mEq per liter, maka 20-30 mEq kalium harus
diberikan dalam tiap liter cairan intravena yang diberikan (2/3 kalium klorida
dan 1/3 kalium fosfat) untuk mempertahankan konsentrasi kalium antara 4,0 mEq
per liter dan 5,0 mEq per liter (Sudoyo, 2010).
Sedangkan rumus untuk penghitungan natrium adalah sebagai
berikut :
(2 x
sodium (mEq per liter)) + glukosa darah (mg per dl)
18
3. Insulin
Hal yang penting dalam pemberian insulin adalah perlunya
pemberian yang cairan yang adekuat terlebih dahulu. Jika insulin diberikan
sebelum pemberian cairan, maka cairan akan berpindah ke intrasel dan berpotensi
menyebabkan perburukan hipotensi, kolaps vaskular, atau kematian. Insulin
sebaiknya diberikan dengan bolus awal 0,15 U/kgBB secara intravena dan diikuti
dengan drip 0,1 U/kgBB per jam sampai konsentrasi glukosa darah turun antara 2 50 mg per dl sampai 300 mg per dl.
Jika konsentrasi glukosa dalam darah tidak turun 50-70 mg/dl per jam, dosis
yang diberikan dapat ditingkatkan. Ketika konsentrasi glukosa sudah mencapai di
bawah 300mg/dl, sebaiknya diberikan dektrosa secara intravena dan dosis insulin
dititrasi secara sliding scale sampai
pulihnya kesadaran dan keadaan hiperosmolar (Sudoyo, 2010).
H.
Komplikasi
Komplikasi dari terapi yang tidak adekuat meliputi oklusi
vaskular, infark miokard, low-flow syndrome, diaseminated intravascular
coagulapathy dan rabdomiolisis. Overhidrasi dapat menyebabkan adults
respiratory distress syndrome dan edem serebri yang jarang ditemukan namun
fatal bagi anak-anak dan dewasa muda. Edema serebri ditatalaksana denga infus
mnitol dengan dosis 1-2 g/kg BB selama 30 menit dan pemberian deksametason intravena.
Memperlambat koreksi hiperosmolar pada anak-anak dapat mencegah edema serebri
hiperosmolar (Sudoyo, 2010).
I.
Pencegahan
Hal yang harus diperhatikan dalam pencegahan adalah
perlunya penyuluhan mengenai pentingnya pemantauan konsentrasi glukosa darah
dan compliance yang tinggi terhadap pengobatan yang diberikan. Hal lain yang
juga perlu diperhatikan adalah adanya akses terhadap persediaan air. Jika
pasien tinggal sendiri, teman atau anggota keluarga terdekat sebaiknya secara
rutin menengok pasien untuk memperhatikan status mental dan kemudian
menghubungi dokter jika hal tersebut ditemui. Pada tempat perawatan, petugas
yang terlibat dalam perawatan harus diberikan edukasi yang memadai mengenai
tanda dan gelaja HHNK dan juga edukasi mengenai pentingnya asupan cairan yang
memadai dan pemantauan yang ketat. Bagi pasien yang baru didiagnosa diabetes
perawat perlu memberikan informasi tentang patofisiologi penyait,tanda dan
gejala komplikasi dan metode perawatan termasuk obat-obatan, diet dan olahraga
(Morton, 2012).
J.
Prognosis
Prognosis HHNK biasanya buruk,
tetapi sebenarnya kematian pasien bukan disebabkan sindrom hiperosmolar sendiri
namun oleh penyakit yang mendasari atau menyertainya. Angka kematian berkisar
antara 30-50%. Di negara maju dapat dikatakan penyebab utama kematian adalah
infeksi, usia lanjut dan osmolaritas darah yang tinggi. Di negara maju, angka
kematian dapat ditekan menjadi sekitar 12% (Sudoyo, 2010).
KONSEP
KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1.
Keluhan Utama
Pasien
biasanya akan mengeluhkan rasa lemah,gangguan penglihatan atau kaki kejang.
Dapat pula ditemukan keluhan mual
muntah, namun lebih jarang jika dibandingkan dengan KAD. Kadang pasien datang
dengan disertai keluhan saraf seperti letargi, disorientasi, hemiparesis,
kejang, atau koma.
2. Riwayat
Keperawatan
a.
Riwayat Penyakit Sebelumnya:
Pasien
dengan riwayat penyakit diabetes melitus tipe 2,memiliki penyakit dasar lainnya
seperti akromegali,tirotoksikosis dan penyakit cushing. Terdapa juga riwayat
penggunaan obat berupa kortikosteroid, diuretik tiazid, furosemid, interferon,
suplemen kalium, fenitoin natrium, dan propranolol.
b.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien
sedikit mengantuk,mengonsumsi makanan dan minuman sedikit selama beberapa hari
dan lebih banyak tidur hingga sulit dibangunkan.
c. Riwayat
Kesehatan Keluarga
Dapat ditemukan
riwayat keluarga dengan diabetes melitus
Pemeriksaan Fisik
1. Primary
Survey
a. Airway
Kemungkinan adanya sumbatan jalan nafas
yang terjadi karena adanya penurunan
kesadaran/koma sebagai akibat dari gangguan transport oksigen ke otak.
b. Breathing
Adanya
tachypnea, sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan oksigen.
c.Circulation
Sebagai akibat diuresis osmotik, akan terjadi dehidrasi.
Visikositas darah juga akan mengalami peningkatan yang berdampak pada resiko terbentuknya trombus
sehingga akan menyebabkan tidak adekuatnya perfusi organ.
d. Disability
2. Secondary
Survey
1) B1
breathing
-
Tachypnae
-
Dyspnae
-
Nafas
tidak bau aseton
-
Pernafasan cepat yang tidak disertai nafas kusmaul
2)
B2 blood
- Tachicardia
- curah jantung rendah
- Hipotensi postural
- Capilary refill > 3
detik
3)
B3 brain
Penurunan kesadaran dan
ganguan status mental dari konfusi hingga koma
4)
B4 blader
- Poliuria( tahap awal )
- Oliguria ( tahap lanjut )
- Nocturia
- inkontinensia
5)
B5 bowel
Distensi abdomen dan
penurunan bising usus
6)
B6 bone
- pasien terlihat lemah
- kulit hangat kemerahan
- Membran mukosa dan kulit kering
- Turgor kulit buruk
- Mempunyai infeksi kulit
dengan luka yang
sulit sembuh
Pemeriksaan Diagnostik
1. Serum
glukosa: 800-3000 mg/dl.
2. Gas darah arteri: biasanya normal.
3. Elektrolit à
biasanya rendah karena diuresis.
4. BUN dan creatinin serum à meningkat karena dehidrasi atau ada gangguan renal.
5. Osmolalitas serum: biasanya lebih dari 350 mOsm/kg.
6. pH
> 7,3.
7. Bikarbonat
serum> 15 mEq/L.
8. Sel darah putih à meningkat pada keadaan infeksi.
9. Hemoglobin dan hematokrit à meningkat karena dehidrasi.
10. EKG à
mungkin aritmia karena penurunan potasium serum.
11. Keton urine tidak ada atau hanya sedikit.
B.
Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
1. Volume cairan kurang dari kebutuhan
tubuh b.d diuresis osmotik, ketidakmampuan mengonsumsi cairan per oral, mual
dan muntah
Tujuan : dalam 1 x 24 jam cairan
terkoreksi
Kriteria Hasil :
a. CVP 2-6 mmHg
b. SAP 15-30 mmHg
c. DAP 5-15 mmHg
d. TDS 90-140 mmHg
e. MAP 70-105 mmHg
f. Tidak ada mual muntah
g. Membran bukal lembab
h. Turgor kulit baik
i. Osmolalitas serum 275-295 mOsm/l
j. Kalium serum 3,55,5 mEq/l
k. Haluaran urine 30 ml/jam atau 0,5-1
ml/kg/jam
No
Intervensi
Rasional
1.
Periksa CVP,
tekanan AP (jika memungkinkan) dan TD 15 menit selama resusitasi cairan
Menemukan tanda terjadinya
hipovolemia yang dapat ditandai dengan
tekanan darah sistolik
pasien yang turun lebih dari 10 mm Hg dari posisi berbaring ke posisi duduk atau
berdiri serta mengevaluasi respon pasien terhadap
terapi.
2.
Pantau
status volume cairan pasien (input dan output)
Mengetahui
keseimbanan cairan pasien
3.
Lakukan
resusitasi cairan dengan menggunakan NS ≥ 1 liter/jam (pasien hipotensi dan
takikardia) dan D5W saat glukosa serum mencapai 250-300 mg/dl
Koreksi
cairan pada pasien dan menghindari dehidrasi
4.
Kaji
ulang turgor kulit pada paha bagian dalam , kondisi membran bukal serta
perkembangan edema dan bunyi krekels.
Mengetahui
status hidrasi pasien setelah koreksi cairan
5.
Kaji
ulang tingkat kesadaran, denyut nadi perifer, suhu kulit dan kelembaban kulit
Mengetahui
tingkat perfusi jaringan pasien setelah koreksi dan mecegah hipovolemia yang
dapat menyebabkan syok
6.
Kolaborasi
:
Berikan
plasma expander seperti albumin
Apabila
larutan isotonik tidak memperbaiki volume intravaskular
2. Risiko cidera berhubungan dengan
perubahan tingkat kesadaran sekunder akibat insufisiensi insulin
Tujuan : dalam 3 x 24 jam pasien
mampu terhindar dari cedera
Kriteria Hasil :
a. Pasien sadar dan terorientasi
b. Tidak ada aktivitas kejang
c. Natrium serum 135-145 mEq/l
d. Glukosa serum < 250 mg/dl
e. Osmolalitas serum 275-295 mOsm/kg
f. Pasien tidak akan mencederai diri
sendiri
No
Intervensi
Rasional
1.
Pasang sisi
pengaman tempat tidur, kurangi stimulus lingkungan, atur tempat tidur pada
posisi rendah dan sediakan peralatan kedaruratan (jalan nafas oral, alat
pengisap)
Melakukan tindakan kewaspadaan kejang
2.
Pertahankan
kepala tempat tidur tetap tinggi (jika TD stabil) dan pertahankan selang NG
Untuk
mengurangi aspirasi
3.
Pantau
kadar kalium secara cermat setiap jam
Pada saat hiperglikemia
dan kekurangan volume cairan dikoreksi, kalium akan bergeser ke intraseluler
sehingga mengakibatkan hipokalemia
4.
Kaji
ulang status neurologis setiap 15-30 menit selama resusitasi cairan
Menurunkan
resiko terjadinya edema serebral
5.
Kaji
ulang pasien terkait perkembangan sekuele klinis (defisit neurologis dan syok
hipovolemik)
Mencegah
terjadinya kejang, perubahan neurologis fokal dan koma
6.
Evaluasi
glukosa serum dan osmolalitas serum
Untuk
memnentukan keefektifan terapi. Tingkat kesadaran pasien akan membaik ketika
terjadi penurunan osmolalitas.
7.
Kolaborasi
:
Berikan
insulin sesuai intruksi
Untuk
menurunkan glukosa serum
3. Kebutuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh b.d mual dan muntah
Tujuan : dalam 1 x 24 jam kebutuhan
nutrisi pasien tercukupi
Kriteria Hasil :
a. Berat badan target stabil
b. Prealbumin 15-32 mg/dl
c. Albumin serum 3,5-5 g/dl
d. Transferin serum >200 mg/dl
e. Limfosit > 1500 sel/mm3
f. Keseimbangan nitrogen positif
No
Intervensi
Rasional
1.
Kaji kebutuhan energi pasien dengan kalorimetri tidak
langsung (kebutuhan kalori pasien kritis didasarkan berat badan aktual
sekitar 20-30kcal/kg)
Mengetahui jumlah kalori yang dibutuhkan pasien
2.
Bandingkan
berat badan serial setelah menentukan berat badan ideal
Perubahan
yang cepat menunjukkan pasien mengalami ketidakseimbangan cairan
3.
Berikan
nutrisi enteral/parenteral sesuai intruksi
Mengembalikan
status gizi pasien
4.
Berikan
perawatan mulut (oral hygiene)
Mencegah
stomatitis yang dapat berpengaruh burukpada kemampuan pasien untuk makan
5.
Bantu
pasien dalam melakukan pemenuhan kebutuhan nutrisinya
Kelemahan,keletihan
dan adanya peralatan infasif dapat menyebabkan pasien kesulitan untuk makan
6.
Ciptakan
lingkungan yang menyenangkan : kebersihan tempat tidur, ketenangan dan rasa
aman
Meningkatkan
nafsu makan
4. Gangguan perfusi jaringan b.d
gangguan transport oksigen
Tujuan : dalam 2 x 24 jam perfusi
jaringan pasien baik
Kriteria Hasil :
a. Tekanan darah dalam rentang yang
diharapkan
b. Nadi perifer teraba, hidrasi kulit
baik
c. Suhu ekstremitas hangat
d. Tingkat sensasi normal
No
Intervensi
Rasional
1.
Pertahankan
tirah baring dengan posisi kepala datar
Perubahan tekanan CSS mungkin akan menjadi potensi adanya
herniasi batang otak yang membutuhkan tindakan medis segera.
2.
Berikan
tindakan yang menimbulkan rasa nyaman (masase punggung, lingkungan yang
tenang dan sentuhan halus)
Menurunkan
stimulasi sensori yang berlebihan
3
Pantau
ada dan tidaknya reflek tertentu seperti menelan, batuk atau babinski
Penurunan
refleks menunjukkan kerusakan tingkat otak tengah
4.
Berikan
oksigen tambahan sesuai indikasi
Menurunkan
hipoksrmia yang dapat meningkatkan vasodilatasi dan volume darah serebral
yang meningkatkan TIK serta meningkatkan pengiriman oksigen ke paru
5. Risiko infeksi b.d tingkat tirah
baring yang lama dan penurunan kesadaran
Tujuan : dalam 2 x 24 jam infeksi
dapat dicegah
Kriteria Hasil :
a. Suhu 36,5O C (97,7 F)
sampai 38O C (100,4 F)
b. Tidak ada menggigil,diaforesis
c. Kulit tanpa kemerahan dan eksudat
d. Membran mukosa utuh
e. Suara nafas bersih
f. Tidak ada disuria
g. Urine berwarna kuning jernih
h. Sel darah putih 5000-10.000/ml
No
Intervensi
Rasional
1.
Gunakan teknik steril pada slang invasif, insisi, sistem
slang dan drain, serta ikuti protokol pegendalian infeksi pada saat
penggantian area IV, balutan, slang dan larutan.
Menimimalkan pertumbuhan kuman dan bakteri pada alat-alat
yang berhubungan langsung dengan pasien
2.
Kaji
ulang titik tekanan kulit, ubah posisi dan reposisi pasien, berikan sedikit
pelembab, serta bersihkan kulit dari feses dan urine
Melakukan
perawatan kulit guna mencegah dekubitus, iskemia dan maserasi kulit
3.
Kaji
ulang reflek muntah, batuk dan suara paru
Untuk
mengetahui fungsi pulmoner dan adanya suara tambahan
4.
Berikan
higiene pulmoner : batuk dan nafas dalam, fisioterapi dada dan spirometri intensif
Meningkatkan
masukan oksigen dan bersihan jalan nafas
5.
Lakukan
pergantian wadah makanan pada selang GI (NG) dan kaji ulang abdomen
Mengurangi
resiko masuknya kuman melalui wadah dan slang, mengetahui adanya distensi/perubahan
bising usus
6.
Periksa
lekukan pada kateter, inspeksi meatus urinarius dan kaji ulang urine pasien
Mengetahui
adanya hambatan urine,drainase dan keadaan urine abnormal
Daftar Pustaka
1.
Venkatraman, R., 2006. Hyperglycemic hyperosmolar nonketotic syndrome.
(on line). http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16444062.
di akses 31 Agustus 2014
2.
Setyohadi, dkk, 2010.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Ed 5. Jakarta:
FKUI
3. Stillwell. 2011. pedoman keperawatan kritis. Jakarta :
EGC
4.
Sudoyo, dkk, 2010.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Ed 5. Jakarta:
FKUI
5.
Morton, P,G., (2012). Critical care nursing : a
holistic approach. Philadelphia, PA : Lippincott
Williams & Wilkins
6. Wilkinson . 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan ed. 9.
Jakarta : EGC
No.
Elektrolit
Hilang
1.
Natrium
7-13 mEq per kg
2.
Klorida
3-7 mEq pr kg
3.
Kalium
5-15 mEq per kg
4.
Fosfat
70-140 mmol per kg
5.
Kalsium
50-100 mEq per kg
6.
Magnesium
50-100 mEq per kg
7.
Air
100-200 mEq per kg
No
Intervensi
Rasional
1.
Periksa CVP,
tekanan AP (jika memungkinkan) dan TD 15 menit selama resusitasi cairan
Menemukan tanda terjadinya
hipovolemia yang dapat ditandai dengan
tekanan darah sistolik
pasien yang turun lebih dari 10 mm Hg dari posisi berbaring ke posisi duduk atau
berdiri serta mengevaluasi respon pasien terhadap
terapi.
2.
Pantau
status volume cairan pasien (input dan output)
Mengetahui
keseimbanan cairan pasien
3.
Lakukan
resusitasi cairan dengan menggunakan NS ≥ 1 liter/jam (pasien hipotensi dan
takikardia) dan D5W saat glukosa serum mencapai 250-300 mg/dl
Koreksi
cairan pada pasien dan menghindari dehidrasi
4.
Kaji
ulang turgor kulit pada paha bagian dalam , kondisi membran bukal serta
perkembangan edema dan bunyi krekels.
Mengetahui
status hidrasi pasien setelah koreksi cairan
5.
Kaji
ulang tingkat kesadaran, denyut nadi perifer, suhu kulit dan kelembaban kulit
Mengetahui
tingkat perfusi jaringan pasien setelah koreksi dan mecegah hipovolemia yang
dapat menyebabkan syok
6.
Kolaborasi
:
Berikan
plasma expander seperti albumin
Apabila
larutan isotonik tidak memperbaiki volume intravaskular
No
Intervensi
Rasional
1.
Pasang sisi
pengaman tempat tidur, kurangi stimulus lingkungan, atur tempat tidur pada
posisi rendah dan sediakan peralatan kedaruratan (jalan nafas oral, alat
pengisap)
Melakukan tindakan kewaspadaan kejang
2.
Pertahankan
kepala tempat tidur tetap tinggi (jika TD stabil) dan pertahankan selang NG
Untuk
mengurangi aspirasi
3.
Pantau
kadar kalium secara cermat setiap jam
Pada saat hiperglikemia
dan kekurangan volume cairan dikoreksi, kalium akan bergeser ke intraseluler
sehingga mengakibatkan hipokalemia
4.
Kaji
ulang status neurologis setiap 15-30 menit selama resusitasi cairan
Menurunkan
resiko terjadinya edema serebral
5.
Kaji
ulang pasien terkait perkembangan sekuele klinis (defisit neurologis dan syok
hipovolemik)
Mencegah
terjadinya kejang, perubahan neurologis fokal dan koma
6.
Evaluasi
glukosa serum dan osmolalitas serum
Untuk
memnentukan keefektifan terapi. Tingkat kesadaran pasien akan membaik ketika
terjadi penurunan osmolalitas.
7.
Kolaborasi
:
Berikan
insulin sesuai intruksi
Untuk
menurunkan glukosa serum
No
Intervensi
Rasional
1.
Kaji kebutuhan energi pasien dengan kalorimetri tidak
langsung (kebutuhan kalori pasien kritis didasarkan berat badan aktual
sekitar 20-30kcal/kg)
Mengetahui jumlah kalori yang dibutuhkan pasien
2.
Bandingkan
berat badan serial setelah menentukan berat badan ideal
Perubahan
yang cepat menunjukkan pasien mengalami ketidakseimbangan cairan
3.
Berikan
nutrisi enteral/parenteral sesuai intruksi
Mengembalikan
status gizi pasien
4.
Berikan
perawatan mulut (oral hygiene)
Mencegah
stomatitis yang dapat berpengaruh burukpada kemampuan pasien untuk makan
5.
Bantu
pasien dalam melakukan pemenuhan kebutuhan nutrisinya
Kelemahan,keletihan
dan adanya peralatan infasif dapat menyebabkan pasien kesulitan untuk makan
6.
Ciptakan
lingkungan yang menyenangkan : kebersihan tempat tidur, ketenangan dan rasa
aman
Meningkatkan
nafsu makan
No
Intervensi
Rasional
1.
Pertahankan
tirah baring dengan posisi kepala datar
Perubahan tekanan CSS mungkin akan menjadi potensi adanya
herniasi batang otak yang membutuhkan tindakan medis segera.
2.
Berikan
tindakan yang menimbulkan rasa nyaman (masase punggung, lingkungan yang
tenang dan sentuhan halus)
Menurunkan
stimulasi sensori yang berlebihan
3
Pantau
ada dan tidaknya reflek tertentu seperti menelan, batuk atau babinski
Penurunan
refleks menunjukkan kerusakan tingkat otak tengah
4.
Berikan
oksigen tambahan sesuai indikasi
Menurunkan
hipoksrmia yang dapat meningkatkan vasodilatasi dan volume darah serebral
yang meningkatkan TIK serta meningkatkan pengiriman oksigen ke paru
No
Intervensi
Rasional
1.
Gunakan teknik steril pada slang invasif, insisi, sistem
slang dan drain, serta ikuti protokol pegendalian infeksi pada saat
penggantian area IV, balutan, slang dan larutan.
Menimimalkan pertumbuhan kuman dan bakteri pada alat-alat
yang berhubungan langsung dengan pasien
2.
Kaji
ulang titik tekanan kulit, ubah posisi dan reposisi pasien, berikan sedikit
pelembab, serta bersihkan kulit dari feses dan urine
Melakukan
perawatan kulit guna mencegah dekubitus, iskemia dan maserasi kulit
3.
Kaji
ulang reflek muntah, batuk dan suara paru
Untuk
mengetahui fungsi pulmoner dan adanya suara tambahan
4.
Berikan
higiene pulmoner : batuk dan nafas dalam, fisioterapi dada dan spirometri intensif
Meningkatkan
masukan oksigen dan bersihan jalan nafas
5.
Lakukan
pergantian wadah makanan pada selang GI (NG) dan kaji ulang abdomen
Mengurangi
resiko masuknya kuman melalui wadah dan slang, mengetahui adanya distensi/perubahan
bising usus
6.
Periksa
lekukan pada kateter, inspeksi meatus urinarius dan kaji ulang urine pasien
Mengetahui
adanya hambatan urine,drainase dan keadaan urine abnormal
Komentar
Posting Komentar